From : http://ikasmansa.wordpress.com/
Foto Pak Herman Hading Sosok sang pengabdi kita di edisi pertama ini tentu sudah tidak asing lagi, terutama bagi alumni angkatan 1979 s/d angkatan 2000 dan angkatan 2003 s/d 2006. Drs. Herman Hading, M.Pd atau biasa dipanggil Pak Herman oleh murid-muridnya, seakan telah menjadi ikon di SMA Negeri 1, sekolah terfavorit di Makassar.
Setelah sempat “meninggalkan SMAnSa selama dua tahun dengan menjadi Kepala Sekolah SMA Negeri 13 dari tahun 2000 hingga tahun 2002, Pak Herman akhirnya pada tahun kembali “keasalnya” yaitu ke SMAnSA. Dan pada tahun 2003, Pak Herman dikukuhkan oleh Walikota Makassar untuk menjadi pimpinan sekolah yang didirikan pada tahun 1950 ini. Sejak bergabung menjadi guru SMAnSA pada tahun 1979 hingga sekarang, telah banyak suka maupun duka serta pengalaman berkesan yang Pak Herman lewati. Ketika ROMANSA meminta kepadanya untuk menceritakan pengalaman-pengalaman berkesan- nya selama di SMAnSA, Pak Herman bingung, pengalaman mana yang harus ia ceritakan.
Karena ROMANSA adalah majalah IKA SMAnSA, maka yang beliau ceritakan adalah pengalamannya dalam menghadapi Ketua Umum IKA SMAnSA pada tahun 1982. Pada tahun 1982, Agus Arifin Nu’mang sudah duduk di kelas III. Dari sekian teman-temannya, Agus termasuk siswa kelas III IPA yang “kurang rajin” mengikuti olah raga di Lapangan Karebosi, setiap Hari Kamis, pukul 06.00 pagi.
Saya, selaku guru olah raga merasa kurang senang, karena setiap olah raga harus selalu berteriak “ mana Agus…. mana Agus.” Puncak “ketidaksenangan” dengan ketidakhadiran Agus akhirnya saya tumpahkan kepada Hoist Bakhtiar, yang kebetulan sekelas dengan Agus, dan Hoist sendiri termasuk orang yang rajin. Akhirnya saya buat keputusan, biarpun Hoist hadir mengikuti olah raga, kalau Agus tidak hadir, maka yang dinyatakan alpa adalah Hoist.
Al hasil strategi ini berhasil. Agus pun rajin ikut olah raga. Selain cerita tersebut, yang paling menggemaskan dan mengesankan adalah ketika siswa SMAnSA melakukan konvoi keliling kota Makassar lalu mengajak semua anak sekolah berkelahi, sehingga Kami, selaku gurunya harus berurusan dengan polisi. Sedangkan siswa-siswinya pada ketawa-ketawa. Sungguh, siswa yang bandel, badung, menjengkelkan menggemaskan, tapi sekaligus pintar, cerdas, gaul dan lucu.
Sementara yang paling berkesan bagi ayah dari 3 orang anak ini adalah ketika ada siswa melakukan kenakalan yang cenderung ke arah kekerasan kepada siswa lain, pihak sekolah terpaksa harus memanggil orang tua siswa tersebut untuk konsultasi. Bukannya penyelesaian yang didapat tetapi omelan sekaligus menyalahkan sekolah. Yah, itulah nasib jadi guru, kalau siswanya nakal, bodoh, yang ditanyakan siapa gurunya. Tetapi kalau siswanya pintar, rajin maka yang ada, siapa dulu bapaknya.(*)
Sumber: Majalah IKASMANSA, edisi 1 APril 2007 (dulu sempat bernama ROMANSA)
小结
6 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar